REKAYASA LALU LINTAS
NAMA : FEBRIAN SETIAWAN
NPM : 17 630 054
KONSEP DAN ANALISA SERTA
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP LALU LINTAS
Ø Rekayasa lalulintas, bidang yang
relatif masih baru dari semua bidang yang tercakup dalam ruang lingkup Teknik
Sipil.
Ø bidang ilmu ini memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam pembangunandan pengolahan prasarana terutama
pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan transportas
1. Berikut ini adalah
definisi-definisi dari Institute of Transportation Engineer, USA.
·
Rekayasa
Lalulintas (Traffic Engineering); adalah suatu tahap dari Rekayasa Transportasi
yang menyangkut perancangan, perencanaan geometri dan operasi lalulintas dari
segala macam jalan, jaringan jalan, terminal, tanah sekitarnya serta hubungan
dengan jenis angkutan lain.
·
Institute
of Civil Engineers, England memberikan definisi Rekayasa Lalulintas adalah
sebagai bagian dari kerekayasaan yang berhubungan dengan perencanaan lalulintas
dan perencanaan jalan, lingkungan dan fasilitas parkir dan dengan alat-alat
pengatur lalulintas guna memberikan keamanan, kenyamanan dan pergerakan yang
ekonomis bagi kendaraan dan pejalan kaki.
2.
Definisi dari Institute of Transportation Engineer, USA dapat diambil
bagian-bagian penting dari transportasi, yaitu
·
Angkutan
adalah perpindahan barang dan atau orang dari suatu tempat (Asal atau Origin)
ke tempat lain ( Tujuan atau Destination) untuk memperoleh nilai tambah.
·
Lalulintas
adalah pergerakan dari sarana-sarana angkutan pada waktu kurang lebih bersamaan
disuatu tempat dalam ruang lalulintas.
·
Transportasi
adalah kesatuan pengertian dari angkutan dan lalulintas.
·
Dalam
pengertian 'Angkutan' yang menjadi pokok pengertian/pembahasan adalah 'Muatan'
sedangkan dalam lalulintas sesungguhnya merupakan wujud fisik nyata dari
angkutan.
3. Ruang lingkup Rekayasa lalulintas dalam prakteknya
mencakup 5 bagian penting sebagai berikut:
·
Studi
Karakteristik Lalulintas
Ø Faktor-faktor kendaraan dan
manusia
Ø Volume lalulintas, kecepatan dan
kerapatan
Ø Arus lalulintas, kapasitas jalan
dan persimpangan
Ø Pola perjalanan, faktor
pertumbuhan dan asal-tujuan lalulintas
Ø Faktor-faktor mengenai parkir
dan terminal
Ø Pelayanan fasilitas dan
pemakaiannya
Ø Analisis kecelakaan lalulintas
·
Perencanaan
Transportasi meliputi
Ø Studi transportasi regional
Ø Perencanaan jangka panjang
mengenai jaringan jalan, sistem transportasi umum, terminal dan parker
Ø Perencanaan khusus pembangunan,
peningkatan atau penyebaran kembali lalulintas
Ø Studi tentang dampak lingkungan
Ø Penelitian faktor-faktor sistem
transportasi dan perilaku pemakai jalan pada suatu sistem lalulintas.
·
Perencanaan
Geometrik Jalan
Ø Penerapan rekayasa lalulintas
pada perencanaan geometrik jalan meliputi:
Ø Perencanaan jalan baru, dimana
jumlah kendaraan yang direncanakan akan melaluinya serta kecepatan rencana,
direncanakan pada analisis rekayasa lalulintas, demikian juga dengan
perencanaan alinyemen horizontal, vertikal, kelandaian, kemiringan dan potongan
melintang jalan.
Ø Perancangan ulang jalan dan
persimpangan lama untuk meningkatkan kapasitas dan keamanan.
Ø Perencanaan parkir dan terminal
Ø Penetapan standar-standar untuk
jalan raya.
·
Operasi
lalulintas
Operasi
lalulintas dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan cara menerapkan
alat-alat kontrol lalulintas agar sesuai dengan standar dan ketentuan lainnya.
Penerapan dapat dilakukan melalui:
Ø Peraturan Perundang-undangan
Ø Alat-alat kontrol
Ø Standar dan ketentuan
·
Administrasi
Untuk
mencapai tujuan dari rekayasa lalulintas dibutuhkan sejumlah administrasi yang
meliputi:
Ø Organisasi yang berwenang
menjalankan tugas pengaturan lalulintas
Ø Kantor pelaksana harian
Ø Hubungan antar instansi terkait
Ø Administrasi lanjutan yang
mengelola anggaran, kebutuhan personil untuk perubahan administrasi atau
organisasi
·
PERUNDANG
UNDANGAN YANG MEMBAHAS REKAYASA LALU LINTAS
NOMOR
22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU
LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai
peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai
bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam
rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah;
c.
bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas
penyelenggaraan negara;
d.
bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan
kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga
perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
Mengingat . . . - 2 -
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu
Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta
pengelolaannya.
1. Lalu
Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.
1. Angkutan
adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
1. Jaringan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/atau ruang
kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
5. Simpul . . . - 3 -
1. Simpul
adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang
berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan
danau, dan/atau bandar udara.
1. Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan
Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan
pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.
1. Kendaraan
adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan Tidak Bermotor.
2. Kendaraan
Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
1. Kendaraan
Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia
dan/atau hewan.
1. Kendaraan
Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang
dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
1. Ruang
Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah
Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
1. Jalan
adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
1. Terminal
adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur
kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang,
serta perpindahan moda angkutan.
1. Halte
adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.
15. Parkir . . . - 4 -
1. Parkir
adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan
ditinggalkan pengemudinya.
1. Berhenti
adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan
pengemudinya.
1. Rambu
Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka,
kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
1. Marka
Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan
Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus
Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.
1. Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan
isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu
Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan.
1. Sepeda
Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan
dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa
rumah-rumah.
1. Perusahaan
Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau
barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.
1. Pengguna
Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan
Angkutan Umum.
1. Pengemudi
adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki
Surat Izin Mengemudi.
1. Kecelakaan
Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
25. Penumpang . . . - 5 -
1. Penumpang
adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak Kendaraan.
1. Pejalan
Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.
1. Pengguna
Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas.
1. Dana
Preservasi Jalan adalah dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
1. Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas
perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.
1. Keamanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang,
barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa
takut dalam berlalu lintas.
1. Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari
risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
1. Ketertiban
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang
berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna
Jalan.
1. Kelancaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan
penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.
1. Sistem
Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sekumpulan
subsistem yang saling berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan,
penyimpanan, dan pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
35. Penyidik . . . - 6 -
1. Penyidik
adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
1. Penyidik
Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
1. Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1. Pemerintah
Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
1. Menteri
adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan bertanggung jawab
atas urusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang pengembangan teknologi, atau
bidang pendidikan dan pelatihan.
1. Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pemimpin Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi
bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
BAB
II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal
2
Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas
berkelanjutan;
d. asas . . . - 7 -
d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan
efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.
Pasal
3
Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. terwujudnya
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar,
dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,
memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya etika
berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya
penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
BAB
III
RUANG
LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
Pasal
4
Undang-Undang
ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak
pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang
menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan; dan
c. kegiatan yang
berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan
hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
BAB IV . . . - 8 -
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal
5
(1) Negara
bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya
dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Pembinaan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(3) Pembinaan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan
pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang Jalan;
b. urusan
pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan
pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan
pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan
teknologi; dan
e. urusan
pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan
Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 6 . . . - 9 -
Pasal 6
(1)
Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. penetapan sasaran
dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma,
standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan
kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan secara nasional;
d. pemberian
bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. pengawasan
terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam
melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
(3) Urusan pemerintah
provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran
dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan
kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian
bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di
provinsi; dan
c. pengawasan
terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.
(4)
Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran
dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang
jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian . . . - 10 -
b. pemberian
bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di
kabupaten/kota; dan
c. pengawasan
terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.
BAB
V
PENYELENGGARAAN
Pasal
7
(1) Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada
masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau
masyarakat.
(2) Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing
meliputi:
a. urusan
pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di
bidang Jalan;
b. urusan
pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan
pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan
pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan
teknologi; dan
e. urusan
pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan
Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas,
serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 8 . . . - 11 -
Pasal 8
Penyelenggaraan
di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a,
yaitu:
a. inventarisasi
tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
b. penyusunan rencana
dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang
diinginkan;
c. perencanaan,
pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan
geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
e. penetapan kelas
Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan
fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan
sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.
Pasal
9
Penyelenggaraan
di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana
umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis
dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan
umum;
e. pengembangan
sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber
daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
dan
g. penyidikan
terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan
Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 10 . . . - 12 -
Pasal 10
Penyelenggaraan
di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. penyusunan rencana
dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan
industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan
industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Pasal
11
Penyelenggaraan
di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf d meliputi:
a. penyusunan rencana
dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan
teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan
teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal
12
Penyelenggaraan
di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,
Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta
pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e
meliputi:
a. pengujian dan
penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan
registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
c. pengumpulan,
pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat
pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan,
penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;
f. penegakan . . . - 13 -
f. penegakan hukum
yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu
lintas;
h. pelaksanaan Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan
manajemen operasional Lalu Lintas.
Pasal
13
(1) Penyelenggaraan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dilakukan secara terkoordinasi.
(2) Koordinasi
Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Forum Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara
yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
(4) Keanggotaan forum
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas
unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan
pemerintah.
BAB
VI
JARINGAN
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Bagian
Kesatu
Rencana
Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal
14
(1) Untuk mewujudkan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.
(2) Pengembangan
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai
dengan kebutuhan.
(3) Rencana . . . - 14 -
(3) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
b. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.
Pasal
15
(1) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3) huruf a disusun secara berkala dengan mempertimbangkan
kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasional.
(2) Proses penyusunan
dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
(3) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional memuat:
a. prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup
nasional;
b. arah dan kebijakan
peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda
transportasi;
c. rencana lokasi dan
kebutuhan Simpul nasional; dan
d. rencana kebutuhan
Ruang Lalu Lintas nasional.
Pasal 16
(1) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3) huruf b disusun secara berkala dengan mempertimbangkan
kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.
(2) Proses penyusunan
dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi; dan
c. Rencana . . . - 15 -
c. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional.
(3) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi memuat:
a. prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup
provinsi;
b. arah dan kebijakan
peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda
transportasi;
c.
rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
d.
rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.
Pasal
17
(1) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan
kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala
kabupaten/kota.
(2) Proses penyusunan
dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
c. Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
e. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Rencana Induk
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:
a. prakiraan
perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup
kabupaten/kota;
b. arah dan kebijakan
peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda
transportasi;
c. rencana lokasi dan
kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan
d. rencana . . . - 16 -
d. rencana kebutuhan
Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.
Pasal
18
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian
Kedua
Ruang
Lalu Lintas
Paragraf 1
Kelas
Jalan
Pasal
19
(1)
Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a.
fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan
dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b.
daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan
Bermotor.
(2)
Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a.
jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter,
ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu
terberat 10 (sepuluh) ton;
b.
jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu
lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu)
milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan
muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;
c. jalan . . . - 17 -
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d.
jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang
melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200
(empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10
(sepuluh) ton.
(3) Dalam keadaan
tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.
(4) Kelas jalan
berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 20
(1) Penetapan kelas
jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
a. Pemerintah, untuk
jalan nasional;
b. pemerintah
provinsi, untuk jalan provinsi;
c. pemerintah
kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
d. pemerintah kota,
untuk jalan kota.
(2) Kelas jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Paragraf 2 . . . - 18 -
Paragraf 2
Penggunaan
dan Perlengkapan Jalan
Pasal
21
(1) Setiap Jalan
memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.
(2) Batas kecepatan
paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan
permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.
(3) Atas pertimbangan
keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat
menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan
Rambu Lalu Lintas.
(4) Batas kecepatan
paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60
(enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
22
(1) Jalan yang
dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi Jalan secara teknis dan
administratif.
(2) Penyelenggara
Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.
(3) Penyelenggara
Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah
beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau sesuai dengan kebutuhan.
(4) Uji kelaikan
fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim
uji laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.
(5) Tim uji laik
fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur
penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(6) Hasil . . . - 19 -
(6) Hasil uji
kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan ditindaklanjuti oleh
penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
(7) Uji kelaikan
fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Penyelenggara
Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan
wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
(2) Penyelenggara
Jalan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 24
(1)
Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak
yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.
(2)
Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan
yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal
25
(1) Setiap Jalan yang
digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan
berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan
Jalan;
e. alat pengendali
dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat . . . - 20 -
f. alat pengawasan
dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk
sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. fasilitas
pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di
luar badan Jalan.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal
26
(1) Penyediaan
perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan
oleh:
a. Pemerintah untuk
jalan nasional;
b. pemerintah
provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah
kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau
d. badan usaha jalan
tol untuk jalan tol.
(2) Penyediaan
perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
27
(1) Perlengkapan
Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas,
dan volume Lalu Lintas.
(2) Ketentuan
mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur
dengan peraturan daerah.
Pasal
28
(1)
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau
gangguan fungsi Jalan.
(2)
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada
fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).
Bagian Ketiga . . . - 21 -
Bagian Ketiga
Dana
Preservasi Jalan
Pasal
29
(1)
Untuk mendukung pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat,
tertib, dan lancar, kondisi Jalan harus dipertahankan.
(2)
Untuk mempertahankan kondisi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diperlukan Dana Preservasi Jalan.
(3)
Dana Preservasi Jalan digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan.
(4)
Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna Jalan dan pengelolaannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
30
Pengelolaan
Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan,
akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.
Pasal
31
Dana
Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang
bertanggung jawab kepada Menteri di bidang Jalan.
Pasal
32
Ketentuan
mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola Dana Preservasi Jalan diatur
dengan peraturan Presiden.
Bagian
Keempat
Terminal
Paragraf
1
Fungsi,
Klasifikasi, dan Tipe Terminal
Pasal
33
(1) Untuk menunjang
kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan
antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan Terminal.
(2) Terminal . . . - 22 -
(2) Terminal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal
barang.
Pasal
34
(1) Terminal
penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) menurut pelayanannya
dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C.
(2) Setiap tipe
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan
intensitas Kendaraan yang dilayani.
Pasal
35
Untuk
kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan
swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
36
Setiap
Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah
ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.
Paragraf
2
Penetapan
Lokasi Terminal
Pasal
37
(1) Penentuan lokasi
Terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang
merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Penetapan lokasi
Terminal dilakukan dengan memperhatikan:
a. tingkat
aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
c. kesesuaian . . . - 23 -
c. kesesuaian dengan
rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan
jaringan lintas;
d. kesesuaian dengan
rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan dengan kegiatan lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan ekonomi;
h. Keamanan dan
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau
i. kelestarian
lingkungan hidup.
Paragraf
3
Fasilitas
Terminal
Pasal
38
(1) Setiap
penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi
persyaratan keselamatan dan keamanan.
(2) Fasilitas
Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan
fasilitas penunjang.
(3) Untuk menjaga
kondisi fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara
Terminal wajib melakukan pemeliharaan.
Paragraf
4
Lingkungan
Kerja Terminal
Pasal
39
(1) Lingkungan kerja
Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.
(2)
Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh
penyelenggara Terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,
pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.
(3) Lingkungan . . . - 24 -
(3) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.
Paragraf
5
Pembangunan
dan Pengoperasian Terminal
Pasal
40
(1) Pembangunan
Terminal harus dilengkapi dengan:
a. rancang bangun;
b. buku kerja rancang
bangun;
c. rencana induk
Terminal;
d. analisis dampak
Lalu Lintas; dan
e. analisis mengenai
dampak lingkungan.
(2) Pengoperasian
Terminal meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan
operasional Terminal.
Pasal
41
(1)
Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
(2)
Pelayanan jasa Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf
6
Pengaturan
Lebih Lanjut
Pasal
42
Ketentuan
lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas,
lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal diatur dengan
peraturan pemerintah.
Bagian Kelima . . . - 25 -
b. lajur . . .
Bagian
Kelima
Fasilitas
Parkir
Pasal
43
(1) Penyediaan
fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik
Jalan sesuai dengan izin yang diberikan.
(2) Penyelenggaraan
fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia berupa:
a. usaha khusus
perparkiran; atau
b. penunjang usaha
pokok.
(3) Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat
diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan
kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan
tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal
44
Penetapan
lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan:
a. rencana umum tata
ruang;
b. analisis dampak
lalu lintas; dan
c. kemudahan bagi
Pengguna Jasa.
Bagian Keenam
Fasilitas
Pendukung
Pasal 45
(1) Fasilitas
pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. trotoar;
- 26 -
b. lajur sepeda;
c. tempat
penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus
bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.
(2) Penyediaan
fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk
jalan nasional;
b. pemerintah
provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah
kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
d. pemerintah kota
untuk jalan kota; dan
e. badan usaha jalan
tol untuk jalan tol.
Pasal 46
(1) Pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan fasilitas pendukung
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2)
dapat bekerja sama dengan pihak swasta.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi
teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan
peraturan pemerintah.
·
TRANSPORTASI
SEBAGAI SEBUAH SISTEM
Transportasi adalah kegiatan perpindahan barang atau manusia dari suatu
tempat ke tempat lainnya. Contoh sederhanya ketika kita berjalan kaki dari kost
atau menuju kampus atau tempat kerja. Dasar atau unsur pokok dalam transportasi
adalah perpindahan (movemoent). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
transportasi adalah tentang bagaimana manusia dan barang berpindah dari satu
lokasi ke lokasi lainnya. Dan tidak setiap transportasi memerlukan sebuah
sarana atau wahana yang digerakan manusia semacam mesin.
Sistem transportasi adalah segala bentuk yang saling mengait dalam kegiatan perpindahan manusia dan atau barang. Di dalamnya adalah manusia, barang itu sendiri serta berbagai macam sarana dan prasarana yang terlibat atau digunakan untuk memindahkannya.
Fungsi dan Peranan Transportasi
Transportasi bukan hanya berfungsi sebagai penghubung antar lokasi atau daerah. Lebih luas lagi transportasi memiliki berbagai macam fungsi dan peranan. Dari segi ekonomis hingga dari segi ekonomi, sosial,lingkungan, pengembangan wilayah, hukum, hingga peranan geografi. Dengan sebuah sistem transportasi yang memadai dan layak akan berimbas positif pada hal-hal tersebut. Tanpa ada sebuah perencanaan yang matang dalam pengembangan sistem transportasi mustahil akan dicapai perkembangan wilayah yang maksimal. Yang ada hanya kesemrawutan dan keruwetan dalam sistem transportasi itu sendiri. Keruwetan dan kesamrawutan sustim transportasi berarti juga adalah kesemrawutan sebuah wilayah. Fenomena kemacetan adalah contoh atau tanda bahwa sistem transportasi di wilayah tersebut tidak direncanakan dengan baik.
Maka jika ingin menjadikan sebuah wilayah menajdi kawasan yang tertata apik,rapi dan sedap dipandang mata, pembenahan,perencanaan dan pengembangan sistem transportasi perlu dikaji lebih dan lebih mendalam lagi. Jangan sampai sistem transportasi yang dikembangkan hanya sekedar mengikuti tren semata.
Sistem transportasi adalah segala bentuk yang saling mengait dalam kegiatan perpindahan manusia dan atau barang. Di dalamnya adalah manusia, barang itu sendiri serta berbagai macam sarana dan prasarana yang terlibat atau digunakan untuk memindahkannya.
Fungsi dan Peranan Transportasi
Transportasi bukan hanya berfungsi sebagai penghubung antar lokasi atau daerah. Lebih luas lagi transportasi memiliki berbagai macam fungsi dan peranan. Dari segi ekonomis hingga dari segi ekonomi, sosial,lingkungan, pengembangan wilayah, hukum, hingga peranan geografi. Dengan sebuah sistem transportasi yang memadai dan layak akan berimbas positif pada hal-hal tersebut. Tanpa ada sebuah perencanaan yang matang dalam pengembangan sistem transportasi mustahil akan dicapai perkembangan wilayah yang maksimal. Yang ada hanya kesemrawutan dan keruwetan dalam sistem transportasi itu sendiri. Keruwetan dan kesamrawutan sustim transportasi berarti juga adalah kesemrawutan sebuah wilayah. Fenomena kemacetan adalah contoh atau tanda bahwa sistem transportasi di wilayah tersebut tidak direncanakan dengan baik.
Maka jika ingin menjadikan sebuah wilayah menajdi kawasan yang tertata apik,rapi dan sedap dipandang mata, pembenahan,perencanaan dan pengembangan sistem transportasi perlu dikaji lebih dan lebih mendalam lagi. Jangan sampai sistem transportasi yang dikembangkan hanya sekedar mengikuti tren semata.
Komentar
Posting Komentar